Ponorogo adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di koordinat 111° 17’ - 111° 52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km². Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 200 km arah barat daya dari ibu kota provinsi Jawa Timur, Surabaya. Pada tahun 2010 berdasarkan hasil Sensus Penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo adalah 855.281 jiwa.
Hari jadi Kabupaten Ponorogo diperingati setiap tanggal 11 Agustus, karena pada tanggal 11 Agustus 1496, Bathara Katong diwisuda/dinobatkan sebagai adipati pertama Kadipaten Ponorogo. Pada tahun 1837, Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo.[4][5] Semenjak tahun 1944 hingga sekarang Kabupaten Ponorogo sudah berganti kepemimpinan sebanyak 16 kali.
Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog. Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena memiliki banyak pondok pesantren, salah satu yang terkenal adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di desa Gontor, kecamatan Mlarak.
Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Menurut Babad Ponorogo, berdirinya Kabupaten Ponorogo dimulai setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker. Pada saat itu Wengker dipimpin oleh Suryo Ngalam yang dikenal sebagai Ki Ageng Kutu. Raden Katong lalu memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman (yaitu di dusun Plampitan Kelurahan Setono Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman.
Tahun 1482 – 1486 M, untuk mencapai tujuan menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil.
Dengan persiapan dalam rangka merintis kadipaten didukung semua pihak, Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496, tanggal inilah yang kemudian di tetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala berupa sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks makam Batara Katong dan juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History. Pada batu gilang tersebut tertulis candrasengkala memet berupa gambar manusia yang bersemedi, pohon, burung garuda dan gajah. Candrasengkala memet ini menunjukkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 M. Sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo yaitu hari Minggu Pon, tanggal 1 Besar 1418 Saka bertepatan tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H. Selanjutnya melalui seminar Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 1996 maka penetapan tanggal 11 Agustus sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo telah mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Ponorogo.[4][5]
Sejak berdirinya Kadipaten Ponorogo dibawah pimpinan Raden Katong , tata pemerintahan menjadi stabil dan pada tahun 1837 Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo hingga sekarang.
Kabupaten Ponorogo terletak di antara 111° 17’ - 111° 52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan batas wilayah sebagai berikut:
Utara | Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Nganjuk |
Selatan | Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Trenggalek |
Barat | Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah) |
Timur | Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek |
Jarak ibu kota Ponorogo dengan ibu kota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 200 km arah timur laut dan ke ibu kota negara (Jakarta) kurang lebih 800 km ke arah barat.
Obyek wisata budaya
Setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro), pemerintah Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan Grebeg Suro. Dalam rangkaian perayaan Grebeg Suro ini diadakan Kirab Pusaka yang biasa diselenggarakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka peninggalan pemimpin Ponorogo zaman dahulu,saat masih dalam masa Kerajaan Wengker,
diarak bersama pawai pelajar dan pejabat pemerintahan di Kabupaten
Ponorogo, dari makam Bathara Katong (pendiri Ponorogo) di daerah Pasar
Pon sebagai kota lama, ke Pendapa Kabupaten. Pada malam harinya, di alun-alun kota, Festival Reog Nasional memasuki babak final. Esok paginya ada acara Larung Risalah Do'a di Telaga Ngebel, di mana nasi tumpeng dan kepala kerbau dilarung bersama do'a ke tengah-tengah telaga. Perayaan Grebeg Suro
ini menjadi salah satu jadwal kalender wisata Jawa Timur. Obyek wisata
budaya lainnya, yaitu Taman Rekreasi Singo Pitu, Pentas Wayang Kulit dan
Reog Bulan Purnama.
Obyek wisata industri
Di Kabupaten Ponorogo terdapat beberapa sentra industri, di antaranya sentra industri seng di Desa Paju Kecamatan Ponorogo, sentra industri jenang di Desa Josari Kecamatan Jetis dan sentra industri kulit di Desa Nambangrejo Kecamatan Sukorejo.
Obyek wisata alam
Beberapa obyek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Ponorogo yaitu,
- Telaga Ngebel adalah sebuah danau alami yang terletak di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Ngebel terletak di lereng gunung Wilis. Telaga Ngebel terletak sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo dengan ketinggian 734 meter di atas permukaan laut. Keliling dari Telaga Ngebel sekitar 5 km dan suhu di telaga ini berkisar antara 20 - 26 derajat celcius.
- Taman Wisata Ngembag adalah taman wisata yang terletak di Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman sekitar 3 km di sebelah timur dari pusat kota Ponorogo. Taman ini terdiri dari sumber air yang dilengkapi dengan taman bermain dan kolam renang anak. Sebelumnya Ngembag dikenal sebagai mata air yang tak terawat. Kemudian oleh Pemkab Ponorogo diubah sebagai taman kota yang dilengkapi dengan kolam renang anak dan juga beberapa permainan anak-anak.
- Air Terjun Pletuk atau juga dikenal dengan nama Coban Temu adalah air terjun yang terletak di Dusun Kranggan, Desa Jurug, Kecamatan Sooko, sebelah tenggara dari pusat kota Ponorogo atau lebih tepatnya sebelah selatan dari Kecamatan Pulung. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 30 m dan berada di atas ketinggian 450 meter di atas laut. Kawasan ini dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang tinggi, dan ditumbuhi sejumlah tanaman.
- Gunung Bayangkaki adalah gunung yang tak aktif yang terletak di Ponorogo Jawa Timur, tepatnya di Desa Temon, Kecamatan Sawoo. Gunung Bayangkaki memiliki empat puncak, yakni Puncak Ijo (Gunung Ijo), Puncak Tuo (Gunung Tuo), Puncak Tumpak (Puncak Bayangkaki) dan Puncak Gentong (Gunung Gentong). Di balik indahnya alam dan kokohnya batu-batu besar yang menjulang, Bayangkaki memiliki berbagai keunikan dan masih diselimuti dengan mitos yang terus berkembang dalam masyarakat sampai sekarang. Salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat adalah ketika Puncak Gentong sudah terbakar tanpa sebab berarti musim penghujan akan segera tiba.
- Air terjun Juruk Klenteng atau air terjun Tumpuk adalah air terjun yang terletak di Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Air terjun ini berlokasi di perbatasan Ponorogo dan Trenggalek. Dinamakan air terjun Juruk Klenteng karena tempatnya yang menjuruk kedalam dihimpit dua tebing gunung bebatuan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 45 meter ini. Pada ujung bawah air terjun terdapat sendang yang airnya terlihat hijau yang disebut kedung. Menurut mitos, kedung atau lubuk tersebut adalah tembusan ke laut selatan..
- Gua Lowo terletak di Kecamatan Sampung, sekitar 20 km dari pusat kota Ponorogo. Air terjun ini dinamakan Gua Lowo karena dihuni oleh banyak kelelawar. Kelelawar yang hidup di dalam gua ini bebas dan tidak mengganggu masyarakat setempat. Dalam gua ini juga ditemukan situs arkeologi yang memiliki nilai arkeologis tinggi. Lingkungan sekitar gua ini sangat alami dan dikelilingi oleh pepohonan dan batu-batuan.[26]
- Hutan wisata Kucur atau taman wisata Kucur adalah hutan wisata yang terletak di Kecamatan Badegan, sekitar 20 km ke barat. Ada sumber air (kucur) di tengah hutan jati yang juga berfungsi sebagai taman nasional dan tempat perkemahan. Selain itu, karena lokasinya yang strategis, yang terletak di antara jalan Jawa Timur dan Jawa Tengah, taman wisata Kucur sering menjadi tempat beristirahat oleh siapa saja yang melakukan perjalanan.
- Air terjun Toyomerto atau dikenal juga dengan sebutan air terjun Selorejo terletak di Dusun Toyomerto, Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, sekitar 35 km dari pusat kota. Akses ke air terjun ini medannya cukup sulit, menanjak penuh kelok dengan kanan kiri tebing curam dan membutuhkan kerja eksta untuk menuju ke sana. Namun hal itu dapat membawa pengalaman yang berbeda bagi para petualang. Air terjun ini terdiri dari 2 tingkat air dalam satu aliran yang jatuh dari tebing batu. Masing-masing tingkatan memiliki ketinggian 25 hingga 30 meter. Untuk tingkat pertama dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Atas dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kedua. Untuk tingkat kedua dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Bawah. Pada Selorejo atas dindingnya dapat dipanjat.
Obyek wisata religius
Di Kabupaten Ponorogo terdapat dua jenis obyek wisata religius, yaitu obyek wisata ziarah dan obyek wisata agama. Obyek wisata ziarah di antaranya adalah Makam Bathara Katong di desa Desa Setono Kecamatan Jenangan dan Makam Gondoloyo di desa Desa Tanjungsari Kecamatan Jenangan. Dan obyek wisata agama di antaranya adalah Mata Air Sendang Waluyo Jati yang merupakan tempat ibadah penganut Katolik, dengan sebuah Patung Maria di Desa Klepu Kecamatan Sooko dan Masjid Tegalsari
yang dibangun abad XVII oleh Kyai Ageng Hasan Besari, berarsitektur
Jawa dengan 36 tiang, serta kitab berusia 400 tahun yang ditulis Ronggo Warsito di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar